Perjuangan gigih para ulama’ salaf dalam membela aqidah dari qoncangan faham-faham hitam Jahmiyyah sangatlah kuat, sehingga begitu banyak kitab para ulama yang berjudul “Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah” (Bantahan Terhadap Jahmiyyah) seperti yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, Ibnu Mandah, Ibnu Baththah dan lain sebagainya.
Sungguh benar Imam Ibnu Qayyim rahimahullah yang telah berkata:
“Pertempuran
antara ahli hadits dengan kelompok Jahmiyyah lebih dahsyat daripada
pertempuran antara pasukan kafir dengan pasukan Islam”.[1]
Munculnya ide pembahasan ini karena merebaknya para pengibar bendera Jahmiyyah di negeri ini. Sebagai contoh, Dr. M. Quraish Shihab yang mengatakan dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an” hal. 371-372 cet. Al-Mizan[2], Bandung pada judul “Selamat Natal[3] Menurut Al-Qur’an!!!”:
“Nabi SAW[4]
sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun
bertanya “Di mana Tuhan?”. Tertolak riwayat yang menggunakan redaksi itu
karena ia menimbulkan kesan keberadaan tuhan pada satu tempat, hal yang
mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi SAW…”.
Pada pembahasan kali ini, sebagai pembelaan terhadap hadits Nabi صلى
الله عليه و سلم dan penjagaan umat dari goncangan kerancuan aqidah,
penulis melakukan penelitian terhadap salah satu hadits tentang masalah
penting ini secara riwayah dan dirayah. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat bagi kita semua. Amin.
.
A. TEKS HADITS
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ
السُّلَمِيِّ رضي الله عنه قَالَ: …وَكَانَتْ لِيْ جَارِيَةٌ تَرْعَى
غَنَمًا لِيْ قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ,
فَإِذَا بِالذِّئْبِ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا, وَأَنَا رَجُلٌ
مِنْ بَنِيْ آدَمَ, آسَفُ كَمَا يَأْسَفُوْنَ, لَكِنِّيْ صَكَكْتُهَا
صَكَّةً, فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عليه و سلم
فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, أَفَلاَ
أُعْتِقُهَا؟ قَالَ: ائْتِنِيْ بِهَا, فَقَالَ لَهَا: أَيْنَ اللهُ؟
قَالَتْ: فِيْ السَّمَاءِ, قَالَ: مَنْ أَنَا؟ قَالَتْ: أَنْتَ رَسُوْلُ
اللهِ, قَالَ: فَأَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.
Dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami -radhiyallahu ‘anhu-
berkata: “…Saya memiliki seorang budak wanita yang bekerja sebagai
pengembala kambing di gunung Uhud dan Al-Jawwaniyyah (tempat dekat
gunung Uhud). Suatu saat saya pernah memergoki seekor serigala telah
memakan seekor dombanya. Saya termasuk dari bani Adam, saya juga marah
sebagaimana mereka juga marah, sehingga saya menamparnya, kemudian saya
datang pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ternyata beliau menganggap besar masalah itu. Saya berkata: “Wahai
Rasulullah, apakah saya merdekakan budak itu?” Jawab beliau: “Bawalah
budak itu padaku”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Dimana Allah?” Jawab budak tersebut: “Di atas langit”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi: “Siapa saya?”. Jawab budak tersebut: “Engkau adalah Rasulullah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Merdekakanlah budak ini karena dia seorang wanita mukminah”.
a. Takhrij Hadits
Seluruh jalan hadits ini melewati dua jalur berikut:
- Jalur Imam Malik bin Anas – Hilal bin Ali bin Abu Maimunah – Atha’ bin Yasar – Muawiyah bin Hakam As-Sulami.
- Jalur Yahya bin Abi Katsir – Hilal bin Ali bin Abi Maimunah – Atha’ bin Yasar – Muawiyah bin Hakam As-Sulami.
Adapun perinciaan takhrij hadits ini sebagai berikut:
1. Jalur Imam Malik
Hal ini sebagaimana riwayat beliau sendiri dalam Al-Muwatha (2/772/no.8), Imam Syafi’i dalam Ar-Risalah (no. 242 -Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir-), Nasa’i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427) oleh Al-Mizzi, Utsman bin Said Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no. 62), Ibnu Huzaimah dalam Kitab Tauhid (hal. 132 -Tahqiq Syaikh Khalil Haras-), Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra (10/98/no. 19984), Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (9/246/no. 2365), Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (9/69-70) dan Al-Ashbahani dalam Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/102/no. 57).
(Faedah)
Dalam sanad imam Malik tertulis “Umar bin Hakam” sebagai ganti dari
“Mu’awiyah bin Hakam”. Para ulama’ menilai bahwa hal ini merupakan
kesalahan imam Malik. Imam pembela sunnah, As-Syafi’i berkata -setelah
meriwayatkan hadits ini dari imam Malik- : “Yang benar adalah Mua’wiyah
bin Hakam sebagaimana diriwayatkan selain Malik dan saya menduga bahwa
Malik tidak hafal namanya”.[5]
Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Demikianlah perkataan Malik dalam
hadits ini dari Hilal dari Atha’ dari Umar bin Hakam. Para perawi
darinya (Malik) tidak berselisih dalam hal itu. Tetapi hal ini termasuk
kesalahan beliau (Malik) menurut seluruh ahli hadits karena tidak ada
sahabat yang bernama Umar bin Hakam, yang ada adalah Mu’awiyah (bin
Hakam). Demikianlah riwayat seluruh orang yang meriwayatkan hadits ini
dari Hilal. Mua’wiyah bin Hakam termasuk dari kalangan sahabat yang
terkenal dan hadits ini juga masyhur darinya. Diantara ulama’ yang
menegaskan bahwa Malik keliru dalam hal itu adalah Al-Bazzar, At-Thahawi
dan selainnya”.[6]
2. Jalur Yahya bin Abi Katsir
Sepanjang penelitian saya, ada empat orang yang meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir. Berikut perinciannya:
Hajjaj bin Abu Utsman Ash-Shawwaf
- Diriwayatkan imam Ahmad dalam Musnadnya (5/448), Al-Bukhari dalam Juz’ul Qira’ah (hal. 70), Abu Daud (no. 931 dan 3282), Nasa’i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hal. 132), Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (3/237-239/no. 726) dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (19/398/no. 938) dari Yahya bin Sa’id Al-Qhoththon dari Hajjaj dengannya.
- Dan diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (6/162/no.30333) dan al-Iman (84), Muslim dalam Shahihnya (no. 537), Ahmad (5/447), Abu Daud (no. 931), Ibnu Hibban (165), Utsman bin Sa’id Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no.61), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (490) dan Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo (no.212 -Ghautsul Makdud oleh Al-Huwaini-) dari Ismail bin Ibrahim (bin ‘Ulayyah) dari Hajjaj dengannya.
(Faedah)
Dalam kitab “Juz’ul Qira’ah” hal. 20 oleh imam Bukhari cet. Darul Kutub ‘Ilmiyyah tertulis begini Yahya bin Hilal ( حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ هِلاَلٍ). Ini adalah keliru yang benar adalah Yahya ‘an (dari) Hilal (حَدَّثَنَا يَحْيَ عَنْ هِلاَلٍ). Yahya namanya adalah Yahya bin Abi Katsir dan Hilal namanya adalah Hilal bin Ali bin Abi Maimunah. Wallahu A’lam.
.
Al-Auza’i
- Diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (537), Abu Awanah dalam al-Mustkhraj (2/141), Nasa’i dalam Sunan Sughra (3/14-18/no.1216), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hal.121), At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (19/398/no.937), Al-Baihaqi dalam As-Sunan Kubra (10/98/19984) dan Al-Asma’ wa Sifat (2/326/890-891), ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Atsar (13/367), Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (9/71) dan Al-Ashbahani dalam Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/100/no. 69).
.
Aban bin Yazid Al-Aththar
- Diriwayatkan Abu Awanah dalam Al-Mustakhraj ‘ala Shahih Muslim (2/1141), At-Thoyyalisi dalam Musnadnya (1105), Ahmad dalam Musnadnya (5/448), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (489), Utsman bin Sa’id Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no. 60) dan Naqdh Alal Marisy (122), At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (939), Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa Sifat (2/326/890-891) dan Al-Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah (3/434-435/no. 652).
.
Hammam bin Yahya
- Diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya (5/448).
Hadits ini juga memiliki syawahid
(penguat) dari sahabat Abu Hurairah, Abu Juhaifah, Ibnu Abbas, Ukkasyah
Al-Ghanawi dan Abdur Rahman bin Hathib secara mursal.[7]
.
b. Komentar Para Ulama’ Ahli Hadits
Hadits ini disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama’ kaum muslimin. Berikut sebagian komentar mereka: